Senin, 08 Oktober 2012

Luviana dan Tanggung Jawab Media di Ruang Publik

Luviana adalah seorang karyawan Metro TV, seorang asisten Produser Metro TV. Luviana dikeluarkan dari Metro TV karena menuntut perbaikan kesejahteraan karyawan, pembentukan serikat pekerja, siaran yang sensitif gender dan HAM. Dua tuntutan Luviana adalah tuntutan internal, sementara dua tuntutan Luviana adalah tuntutan universal, tuntutan sebagai klaim ruang keadilan dalam hukum bisnis modern.

Sebesar apapun modal privat yang dimiliki Metro TV, pada kenyataannya, Metro TV adalah produk jasa yang masuk ke dalam ruang publik, imbal balik benefit mereka adalah kerelaan ruang publik milik masyarakat dimasuki oleh Metro TV. Disini kemudian Metro TV mau tidak mau harus terbuka dalam ranah publik, mau tidak mau juga harus menjadi teladan atas ukuran-ukuran ideal keadilan bagi ruang publik, bila kaidah ini tidak disadari oleh pihak manajemen Metro TV, maka legitimasi sebagai suara ideal yang masuk ke dalam ruang publik bisa hancur dan tidak memiliki basis kepercayaan lagi ditengah masyarakat. Tapi ketika Manajemen Metro TV tetap menolak membuka kasus ini ke tengah masyarakat, maka kita bisa menjadi saksi sebuah adagium “Modal Menjadi Diktator Atas Masyarakat”. Disini berarti

“Negara” yang menjadi diktator atas kerangka “Negara Orde Baru” menjadi transformatif menjadi “Modal sebagai Diktator”.

Banyak kasus yang melibatkan problem internal wartawan yang tidak muncul ke ruang publik seperti kasus Bambang Wisudo di Kompas beberapa tahun lalu. Pertikaian-pertikaian kaum jurnalis adalah cerita yang lazim dalam sejarah perkembangan jurnalisme di Indonesia seperti pertikaian Rosihan Anwar dengan BM Diah, pertikaian Goenawan Muhammad dengan Syu’bah asa, tapi pertikaian itu menjadi tidak sehat ketika kekuasaan menjadi rivaalitas terhadap wartawan seperti pertikaian Rosihan Anwar dengan Ali Murtopo dalam kasus PWI di tahun 1974 atau Pertengkaran GM dengan Harmoko dalam kasus Pembredelan Tempo 1994.

Kasus Luviana harus diperiksa apakah ini pertikaian idealisme wartawan dengan wartawan dalam soal etika, ataukan ini pertikaian antara wartawan yang memperjuangkan idealisme jurnalistik dengan Pemodal. Bila ditemukan yang terakhir dan pihak jurnalis kalah maka ini adalah sinyal bahaya terhadap ruang publik yang sehat.

Sedari sekarang-lah media massa harus jujur di ruang publik, tidak berpihak atas kepentingan politik apapun dan menjadi suara atas kegelisahan masyarakat.bukankah Pram berkata : “‘seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan’.(Anton DH Nugrahanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar