Selasa, 26 Juni 2012

Karyawan SCTV Adukan Ancaman PHK

Jakarta (ANTARA News) - Puluhan karyawan SCTV yang mendapat ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pihak manajemen, mengadukan nasibnya ke Kesatuan Buruh Hanura (KBH) di Jakarta, Senin.

Kepada Ketua Umum KBH Kusuma Soekasah mereka meminta agar KBH turut memperjuangkan nasib mereka.

Salah seorang karyawan, Sudirman, menuturkan, awalnya 150 karyawan akan dialihkan sebagai karyawan kontrak, namun 45 orang diantaranya, termasuk dirinya, menolak kebijakan itu.

"Ketika kita menolak dialihkan sebagai karyawan kontrak, munculah surat skorsing yang sampai saat ini kita belum menerimanya," kata Sudirman.

Surat skorsing tersebut, katanya, diberikan pada tanggal 31 April 2012. Tapi pada kenyataanya hanya 10 orang yang sudah menerima, sementara sisanya belum menerima dan melihat secara jelas surat skorsing tersebut.

"Anehnya pihak manajemen mengatakan surat skorsing sudah disampaikan kepada semua karyawan, dengan bukti surat tanda terima. Ada keganjilan memang, dimana kami dan keluarga kami di rumah tidak tahu ada surat itu. Padahal, pada tanggal tersebut kami masih bekerja seperti biasa, kenapa tidak diberikan di tempat kerja," katanya.

Pada tanggal 1 Mei, Sudirman beserta kawan-kawannya masuk kerja seperti biasa, tapi seluruh akses ditutup, mulai dari absensi, sampai fasilitas-fasilitas lainnya.

"Kami akan terus berjuang sampai hak-hak kami terpenuhi, dan jika memang harus berperkara di pengadilan, kami juga siap," tandasnya.

Ketua Umum KBH Kusuma Soekasah menyesalkan sikap yang diambil oleh menjemen SCTV. Menurutnya, pemutusan sepihak yang dilakukan oleh SCTV selain merugikan hajat hidup orang banyak, tentunya melanggar undang-undang.

"Pihak manajemen tidak bisa melakukan pemecatan sepihak, dan kami KBH siap memperjuangkan nasib para karyawan STCV sampai di pengadilan sekalipun," katanya.

Sebelumnya karyawan SCTV yang umumnya terdiri dari sopir dan satpam itu juga telah mengadukan nasibnya ke Komnas HAM.(S024)

Karyawan SCTV Mengadu ke KBH

JAKARTA - Ketua Umum Kesatuan Buruh Hanura (KBH), Kusuma Soekasah, menyesalkan sikap yang diambil oleh menjemen SCTV soal rencana pemutusan kerja sepihak. Menurutnya, selain merugikan hajat hidup orang banyak, kebijakan tersebut juga melanggar Undang-Undang.

"Pihak Manajemen tidak bisa melakukan pemecatan sepihak dan kami KBH siap memperjuangkan nasib para karyawan STCV sampai di pengadilan sekalipun," kata Kusuma dalam keterangan persnya kepada wartawan, Selasa(26/6/2012).

Dalam kesempatan terpisah salah seorang karyawan SCTV, Sudirman, mengatakan, wacana pemecatan satatusnya sebagai karyawan tetap. Dari 150 karyawan, 45 diantaranya menolak untuk dialihkan sebagai karyawan kontrak. "Ketika kita menolak dialihkan sebagai karyawan kontrak, munculah surat skorsing yang sampai saat ini kita belum menerimanya," terangnya.

Surat skorsing tersebut diberikan pada tanggal 31 April 2012. Tapi pada kenyataanya hanya 10 orang yang menerima, sementara sisanya belum menerima dan melihat secara jelas surat skorsing tersebut.

"Anehnya pihak manajemen mengatakan surat skorsing sudah disampaikan kepada semua karyawan, dengan bukti surat tanda terima. Ada keganjilan memang, dimana kami dan keluarga kami dirumah tidak tahu ada surat itu. Padahal, pada tanggal tersebut kami masih bekerja seperti biasa, kenapa tidak diberikan di tempat kerja," bebernya.

Pada tanggal 1 Mei, Sudirman beserta kawan-kawannya masuk kerja seperti biasa, tapi seluruh akses ditutup, mulai dari absensi, sampai fasilitas-fasilitas lainnya.

"Kami akan terus berjuang sampai hak-hak kami terpenuhi, dan jika memang harus beperkara di pengadilan, kami juga siap," tandasnya.(trk)

Rabu, 20 Juni 2012

Nasib Buruh SCTV, Dari Karyawan Tetap Menjadi Alih Daya

KBR68H - Pergantian kepemimpinan semestinya menghadirkan perubahan yang semakin hari menjadi semakin baik. Namun tidak dengan nasib pekerja/ buruh di negara ini, sistem ketenagakerjaan lebih banyak mendatangkan kerugian bagi para pekerja/ buruh. Misalnya kasus yang menimpa karyawan SCTV. Pihak manajemen mengubah status karyawan tetap menjadi karyawan outsourcing. Bukan karena membentuk serikat pekerja atau menuntut peningkatan kesejahteraan, pihak perusahaan mengambil kebijakan sepihak atas keputusan tersebut. 

Pekan ini sekitar 40-an karyawan stasiun televisi SCTV mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pengaduan itu terkait perubahan status karyawan mereka di SCTV. Perusahaan SCTV diduga mengalihkan status pekerjaan karyawannya dari karyawan tetap menjadi outsourcing, secara sepihak. Juru bicara Karyawan SCTV Sudirman mengatakan, ada 150-an karyawan yang diubah statusnya dari karyawan tetap menjadi karyawan outsourcing.

“Karena kami menolak dengan tegas, bahwa peralihan ini sangat merugikan kita, di mana status kita sebagai karyawan tetap dialihkan menjadi pekerja kontrak Outsourcing. Ketika kita melakukan penolakan ini manajemen mengintimidasi dengan mengeluarkan surat skorsing per tanggal 31 Juni, di mana per tanggal 1 Juni semua akses kita ditutup.” Sudirman mewakili karyawan lain, meminta Komnas HAM untuk menyelidiki dan memberikan sanksi tegas kepada PT SCTV mengenai perubahan status pekerjaan karyawannya.

Menanggapi pengaduan itu, Komnas HAM berencana memanggil Direktur Utama SCTV Sutanto pada pekan depan. Wakin Ketua Komnas HAM Nurkholis mengatakan, pemanggilan tersebut untuk mengklarifikasi pengaduan para karyawan SCTV.
“Atas beberapa pengaduan ini, Komnas HAM sudah memutuskan, kita akan panggil Direktur Utama SCTV pada hari Senin nanti ya, jam 10 tanggal 25 bulan Juni 2012 hari senin nanti.

Juru bicara SCTV Uki Hastama menolak berkomentar mengenai kasus itu. Ia mengaku belum mendapatkan perintah untuk membeber informasi terkait perubahan status 150 karyawan tetap tersebut.

“Sebaiknya kita menunggu, karena proses masih berjalan, kan belum clear. Hanya lebih masalah waktu saja, kalau memang toh kita harus menjelaskan, itu nanti setelah semuanya selesai. Pasti pada saatnya kalau memang itu perlu kita sampaikan penjelasan secara terbuka ya kita lakukan. Tapi kita tidak ingin mendahului proses berjalannya koordinasi ini dengan berita-berita yang kita takutkan malah menjadi simpang siur, begitu.” jelasnya.

Pengaduan para karyawan SCTV itu segera mendapat tanggapan banyak pihak. Termasuk dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Saat Sinurat mengatakan, manajemen perusahaan tidak bisa secara sepihak mengubah status kerja karyawannya. Karena dua pihak itu terikat kontrak. Saat Sinurat berjanji, Kementerian dan Dinas Tenaga Kerja DKI akan menindaklanjuti laporan tersebut dan menyelesaikannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Jadi, ini nanti kita teliti dulu masalahnya sehingga kita belum bisa menetapkan sikap kita bagaimana. Namun kalau nanti kita telah teliti bersama Disnaker DKI nanti kita akan bersama-sama Disnaker setempat untuk melakukan penelitian masalahnya gitu, ke SCTVnya begitu. Meneliti kebenarannya. Jadi kalau memang ada itu, nanti baru diminta kepada mereka agar melakukan hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”

Pengamat masalah ketenagakerjaan Iskandar Dwidjoyatono menyarankan agar karyawan SCTV  yang merasa dirugikan melapor ke Dinas Ketenagakerjaan, untuk  meminta pertanggungjawaban perusahaan.

“Jadi pertama harus dijelaskan hak hukumnya daripada hubungan kerja pertama. Trus mengapa, kalau memang harus outsourcing, hak-haknya sudah selesai belum? Trus kemudian, betul gak itu jenis pekerjaan yang bisa di-outsource di perusahaan itu. Trus apa karyawan mau? Kalau karyawan nggak mau, menjadi perselisihan di hubungan industrial.”

Iskandar Dwidjoyatono mengatakan kasus yang menimpa karyawan SCTV itu merupakan kasus pertama di Indonesia. Meskipun sebetulnya banyak pemberitaan kasus serupa terjadi di daerah dan tidak terselesaikan dengan baik. Iskandar menegaskan, karyawan harus tetap menuntut hak-haknya. Jika manajemen SCTV tetap memaksa mengubah status karyawan secara sepihak, maka masalah harus diselesaikan secara hukum melalui peradilan sengketa industrial.

Komnas HAM Panggil Dirut SCTV

KBR68H, Jakarta –  Komisi Hak Asasi Manusia Komnas HAM segera memanggil Direktur Utama SCTV Sutanto pekan depan.

Pemanggilan ini terkait kebijakan perusahaannya yang mengubah status 150 karyawan tetap menjadi pekerja outsourcing.  Wakil Ketua Komnas HAM Nurkholis mengatakan pemanggilan tersebut untuk mengklarifikasi pengaduan para karyawan SCTV. Dia menilai para karyawan mengalami tidak keadilan dalam pekerjaan.

“Atas beberapa pengaduan ini Komnas HAM sudah memutuskan  untuk memanggil Dirut SCTV pada hari senin jam 10 tanggal 25  Juli hari senin nanti.”kata Nurkholis.

Sebelumnya, sekitar 150 karyawan SCTV dirubah statusnya dari karyawan tetap menjadi pekerja kontrak pada perusahaan outsourcing PT ISS sejak 1 juni lalu. Para karyawan mengklaim mereka diintimidasi untuk menandatangani surat pengalihan status oleh manajemen. 42 diantaranya yang menolak dikenakan sanksi skorsing oleh manajemen.

Komnas HAM Akan Mediasi Kisruh Karyawan SCTV

Jakarta: Komnas HAM akan memediasi kisruh yang terjadi antara karyawan dan manajemen SCTV. Kisruh ini dimulai dari aturan pengalihan karyawan menjadi outsourcing. Ada 42 karyawan yang umumnya terdiri dari sopir dan satpam yang mengadu ke Komnas HAM. 
 
“Jadi kami resmi meminta pengaduan 42 karyawan SCTV yang terdiri dari driver dan sebagainya. Mereka menyampaikan ke Komnas HAM soal pemindahan status dari pegawai tetap ke outsourcing,” kata Wakil Ketua Komnas HAM, Nurkholis, saat ditemui wartawan di kantornya, Jl Latuharhary, Jakarta, Selasa (19/6/2012).

Komnas HAM akan mencoba memediasi kedua pihak dan diharapkan akan ada titik temu. “Karyawan ini khawatir, kalau jadi outsourcing, akan singkat sekali masa kontraknya,” imbuh Nurkholis.

Ketentuan itu, menurut Nurkholis, mulai ditetapkan sejak April lalu. Karyawan yang menolak diskorsing.

“Komnas HAM akan memanggil pihak SCTV pada Senin 25 Juni. Kita akan meminta klarifikasi dan membahas solusi yang terbaik,” tuturnya.

Pengaduan karyawan SCTV itu dipimpin Sudirman. Dia berharap aspirasinya bisa disalurkan melalui Komnas HAM. Sementara itu pihak SCTV belum memberikan komentar atas kasus ini.

Kuasa Hukum Karyawan Kecam Kebijakan SCTV

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum dari 42 karyawan tetap SCTV, Singgih Darjo Atmadja, mempertanyakan kebijakan alih status yang dilakukan PT SCTV kepada karyawannya, di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Jakarta, Selasa (19/6/2012). Singgih, yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (Direktur Eksekutif LBH) ASPEK Indonesia juga mengecam kebijakan tersebut.

"Kebijakan ini sangat tidak mempertimbangkan hak-hak pekerja. Mereka (42 karyawan SCTV) umumnya sudah bekerja selama 7-19 tahun," ungkapnya.

Selain itu, 42 karyawan SCTV tersebut sudah menerima surat pengangkatan karyawan tetap. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada undang-undang di negara ini yang mengatur perubahan status pekerja dari karyawan tetap menjadi karyawan kontrak hingga menjadi karyawan outsourcing pada perusahaan lain.

Sebelumnya diberitakan bahwa sebanyak 42 karyawan tetap SCTV yang terdiri dari 11 sekuriti dan 31 sopir menolak untuk menandatangani kontrak baru sebagai pekerja kontrak pada perusahaan outsourcing, yaitu PT ISS. Kebijakan ini sudah jelas bertentangan dengan undang-undang di Indonesia.

"Oleh karena itu, hari ini kita datang ke Komnas HAM agar persoalan ini bisa kita tindak lanjuti," lanjut Singgih.

42 Karyawan SCTV Mengadu ke Komnas HAM

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan manajemen PT Surya Citra Televisi mengalihkan status karyawan tetap menjadi pekerja kontrak pada perusahaan outsourcing PT ISS berbuntut panjang. Para pekerja tetap SCTV yang telah bekerja selama 7-19 tahun melakukan koordinasi dengan Komnas HAM terkait penolakan mereka atas kebijakan SCTV.
Sebanyak 42 karyawan tetap SCTV yang terdiri dari 11 pekerja security dan 31 pekerja driver menolak kebijakan tersebut karena menilai kebijakan itu bertentangan dengan undang-undang di Indonesia. Ke-42 karyawan tersebut sudah menerima Surat Pengangkatan Karyawan Tetap.

"Status kami adalah karyawan tetap pada PT SCTV sehingga bagaimana mungkin dan apa dasar hukum PT SCTV mengalihkan status kami dari karyawan tetap menjadi pekerja kontrak pada perusahaan outsourcing?" ujar Sudirman, koordinator karyawan SCTV, di kantor Komnas HAM, Selasa (19/6/2012).

"Kami beserta kuasa hukum telah melakukan berbagai upaya dalam bentuk musyawarah. Namun, tidak ada tanggapan apa pun dari pihak SCTV," ujar Sudirman yang mengalami perubahan status pekerjaan.

Ia juga menjelaskan bahwa apa yang dilakukan SCTV merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan yang sangat bertentangan dengan hukum dan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, para karyawan tetap yang menjadi korban kebijakan perusahaan melakukan pengaduan ke Komnas HAM untuk difasilitasi dan dimediasi agar mencapai penyelesaian yang tidak merugikan pihak mana pun.

Selasa, 19 Juni 2012

Kantor SCTV Dilempari Bom Molotov

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pelajar bernama Budiyanto melakukan aksi nekat dengan melempar bom molotov ke gedung SCTV yang ada di bilangan Senayan Jakarta. Aksi nekat tersebut dilakukan olehnya seorang diri.

"Saat ini yang bersangkutan masih diperiksa oleh Satuan Reserse dan Kriminal Polda Metro Jaya untuk mendalami motiv dari si pelaku," kata Juru Bicara Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto pada Sabtu, 16 Juni 2012.

Kejadian tersebut menurut Rikwanto terjadi pada pukul 16.00 WIB sore tadi. Budiyanto melemparkan botol berisi bensin ke arah pintu masuk gedung SCTV.

Menurut salah seorang karyawan SCTV yang enggan disebutkan namanya botol tersebut tidak meledak dan hanya menyebabkan kaca pintu pecah. "Bensinnya berceceran di mana-mana," kata dia.

Menurut dia petugas kemanan langsung meringkus pemuda yang beralamat di Cipete Selatan tersebut. Rikwanto mengatakan petugas keamanan tersebut bernama Irsat dan Ubaidilla.

"Saat ini saksi Irsat dan Ubaidilla juga sedang memberikan keterangan di kantor polisi untuk menjelaskan kronologi kejadian," kata Rikwanto.

Kamis, 07 Juni 2012

Apakah Anda Siap Di-PHK?

Lembaga serikat pekerja di tingkat perusahaan lahir dalam kedudukannya tergabung secara struktural dan admintratif dengan perusahaan tempat serikat pekerja itu berdiri. Seperti SEKAR Indosiar tergabung dalam perusahaan PT. Indosiar Visual Mandiri. Hakikinya SEKAR Indosiar merupakan mitra kerja sejajar dari perusahaan Indosiar. Hal ini sebagai salah satu pilar dari tiga pilar Hubungan Industrial (yaitu: perusahaan, serikat pekerja dan pemerintah).

Harapannnya antar Pilar Hubungan Industrial terjalin dengan baik, demi terbangunnya dunia Industri yang kuat, harmonis, dan kompetitif dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang kini kian mengglobal.


Kehadiran SEKAR Indosiar sejak 21 April 2008 diharap mendorong peningkatan produktivitas dan kinerja karyawan demi kemajuan PT. Indosiar Visual Mandiri. Perusahaan dikelola semakin sehat, profesional, modern dan memperoleh keuntungan setiap tahunnya.


SEKAR Indosiar juga dapat melindungi dan memperjuangkan hak-hak serta perbaikan kesejahteraan anggota dan keluarganya. SEKAR Indosiar juga dapat bertindak mengadvokasi anggotanya bila ada perselisihan dengan perusahaan. Sebagaimana telah ditunjukkan pengurus selama ini.


Tapi banyak karyawan yang tidak sadar atau buta akan bukti materi yang sangat mereka perlukan disaat ada persoalan hubungan industrial pada suatu waktu yang tidak mereka perkirakan atau duga. Seperti diuraikan berikut ini:

1. Kontrak kerja di awal kerja. Hal ini untuk dapat menjelaskan kapan mulai bekerja, alias sudah berapa lama masa pengabdian disebuah perusahaan. Kontrak Kerja juga akan mejelaskan Hak dan Kewajiban karyawan dan perusahaan.
2. Slip Upah. Hal ini untuk bisa menghitung akan Hak Upah karyawan yang bersangkutan.
3. Print Out Absensi. Hal ini untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan bekerja dalam satu perusahaan, terdata dan dapat menunjukkan disiplin dan loyalitas seorang pekerja. Sehingga perusahaan tempat pekerja bekerja tidak dapat memilintir disiplin dan loyalitas pekerja dengan surat teguran antah berantah yang tidak pernah dilakukan pekerja sebelumnya.
4. Bukti Penghargaan atau prestasi kerja yang telah dilakukan oleh pekerja. Bila ada hal ini akan memperkuat bergaining alias tawar-menawar kalau tokh karyawan tersebut tetap harus di putus PHK oleh Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial.
5. Ajukan perundingan Bipartit kepada perusahaan tempat kita bekerja, apabila perusahaan melakukan suatu putusan yang merugikan karyawan tersebut. Hal ini bisa saja karena sifat subyektif pimpinan dari tempat karyawan tersebut bekerja. Bila tidak berani mengajukan perundingan Bipartit, bisa juga karyawan tersebut membuat surat tertulis yang menyatakan keberatan atau pendapat berbeda kepada pimpinan karyawan tersebut yang ditembusi ke pimpinan tertinggi perusahaan tersebut dan Suku Dinas atau Dinas Ketenagakerjaan tempat yang bersangkutan bekerja.
6. Bila tidak ada tanggapan atas permintaan Bipartit dan surat sanggahan atau sanggahan yang diajukan pada pimpinan sebuah perusahaan. Ajukan lagi hingga tiga kali. Jangan lupa bikin risalah pertemuan Bipartit, apakah dihadiri atau tidak dihadiri oleh phak yang ditujukan surat. Nyatakan saja pendapat saudara akan perkara tersebut, lalu tulis dalam risalah Bipartit atau tersebut bahwa "wakil perusahaan tidak hadir" atau kalau berupa surat nyatakan bahwa "wakil perusahaan tidak pernah menanggapi surat tersebut".
7. Bila kurun tiga kali pengajuan surat mohon perundingan Bipartit tidak dipenuhi, atau tiga kali surat yang diajukan tidak ditanggapi. Karyawan/pekerja dapat mengajukan permohonan penanganan perkara tersebut secara Tripartit kepada Kepala Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2005 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial, pihak petugas Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat harus menindak lanjuti perkara tersebut.
8. Pihak Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat akan melakukan proses Mediasi atas perkara yang diajukan. Apakah pihak pimpinan sebuah perusahaan hadir atau tidak? Pihak Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat wajib mengeluarkan ANJURAN.
9. Berdasarkan surat ANJURAN yang dikeluarkan Mediator dari Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat, pekerja yang berselisih dapat mendaftarkannya perkara tersebut di Pengadilan Hubungan Industrial setempat. Bila di Provinsi DKI Jakarta cuma satu, yakni Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Lokasinya di Jalan S. Parman dekat Perempatan Pancoran.
10. Pengadilan Hubungan Industriallah yang dapat menyidangkan perkara pekerja dengan pengusaha. Atas perkara 1) PHK; 2)Hak Normatif; 3) Perselisihan syarat-syarat kerja dan 4) Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Oleh karena itu, sebelum anda mendapat perkara yang tidak anda harapkan dari perusahaan tempat saudara.
Persiapkanlah data lengkap saudara sehubungan dengan terdaftar atau tidak terdaftarnya anda bekerja dalam satu perusahaan. Sebab banyak kejadian, disaat seorang pekerja sedang menghadapi sebuah perkara PHK. Karyawan yang besangkutan sudah tidak mempunyai hak atau tidak punya akses lagi untuk mendapatkan bukti tertulis mengenai tautan yang bersangkutan terhadap perkara tersebut.

Lebih ironis lagi pekerja yang bersangkutan
sudah bekerja lebih dari 10 (sepuluh) tahun, tapi tidak mempunyai: slip upah, absensi, kontrak kerja, identitas yang menunjukkan dia adalah karyawan sebuah perusahaan yang mempekerjakannya, peraturan persusahaan, penghargaan yang diperoleh dari persuhaan dalam bentuk tertulis atau foto bila hal itu pernah diterima, dll.

Semoga bermanfaat.

Tolak Anjuran Mediator yang Tidak Berakal Sehat

Konstitusi menjamin hak setiap warga negara dalam berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Begitu pun dengan hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Namun nasib yang menimpa Luviana, Jurnalis perempuan Metro Tv seolah membuktikan hukum di negeri ini hanya indah di atas kertas. Telah kita ketahui selama ini, Luviana dibebastugaskan lantaran menuntut perbaikan kesejahteraan, manajemen ruang redaksi, serta tengah menggagas berdirinya organisasi pekerja yang mampu memperjuangan aspirasi karyawan di perusahaan televisi milik Surya Paloh, seorang pengusaha yang juga pendiri Partai Nasdem dan tengah gencar menggaungkan slogan Restorasi Indonesia itu.

Sudah lebih dari tiga bulan Luviana dibebastugaskan tanpa alasan yang jelas. Tak hanya itu, Manajemen Metro Tv juga tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas, telah mengajukan gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Luviana di di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Barat.

Perlakuan yang dialami Luviana mencerminkan betapa rendahnya penghargaan manajemen Metro TV terhadap pelembagaan nilai-nilai hak asasi manusia. Menjadi sangat ironis mengingat Surya Paloh, selaku pemilik MetroTV, selalu gencar mengkampanyekan perubahan Indonesia yang lebih baik melalui gerakan restorasi! Sementara di saat bersamaan, praktik penindasan, kriminalisasi dan perlakuan sewenang-wenang tumbuh subur di perusahaannya.

Di saat bersamaan, perundingan bipartite hingga tripartite antara Luviana dan kuasa hukumnya dengan Metro TV menemui jalan buntu. Perusahaan tetap tidak mau mempekerjakan kembali Luviana di bagian redaksi. Ironisnya, pasca perundingan tripartite usai, Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat, Suparwanto SH, justru mengeluarkan anjuran yang melegalkan kesewenang-wenangan Metro Tv pada 10 Mei 2012. Mediator tunduk pada logika berpikir perusahaan Metro Tv yang menuduh Luviana melanggar Pasal 65 ayat 1 huruf p Peraturan Perusahaan Metro Tv dengan membocorkan rahasia perusahaan dan mencemarkan nama baik pimpinan perusahaan. Selain itu, Metro Tv menudul Luviana melanggar pasal 65 ayat 1 huruf f karena dengan sengaja menyebarkan berita melalui media publik, BBM maupun media online lainnya, bahwa perusahaan menolak pembentukan serikat pekerja dan aktivitas berkumpul karyawan. Metro Tv berdalih informasi yang disampaikan pekerja tidak benar karena pekerja yang bersangkutan tidak pernah mengajukan secara resmi baik tertulis maupun lisan maupun pendaftaran serikat pekerja ke instansi tenaga kerja.

Padahal faktanya, Luviana telah diperlakukan sewenang-wenang dengan dikeluarkan dari bagian redaksi (dinon-jobkan) sejak tanggal 1 Februari 2012. Metro Tv kemudian mengajukan gugatan PHK terhadap Luviana di Sudinakertrans Jakarta Barat pada 27 Februari 2012. Luviana kemudian pertama kali menggelar konferensi pers terkait kasusnya ketika melaporkan tindakan kezhaliman Metro Tv di Komnas HAM pada 2 Maret 2012. Luviana juga pertama kali melakukan orasi dan berdemonstrasi menyuarakan kasusnya pada Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2012. Pertanyaannya : bagaimana mungkin Metro Tv menggugat PHK Luviana dengan alasan mencemarkan nama baik perusahaan, padahal faktanya Metro Tv sudah menggugat PHK Luviana jauh sebelum Luviana membuka persoalan dirinya ke public?!

Selain itu, tuduhan Metro Tv bahwa Luviana berbohong karena tidak pernah mendaftarkan serikat pekerja ke instansi tenaga kerja juga patut dipertanyakan. Faktanya, beberapa karyawan yang menginisiasi organisasi Karyawan seperti Matheus Dwi Hartanto, Edi Wahyudi maupun Luviana sendiri tiba-tiba dipanggil Manajer HRD Metro Tv dan dipaksa mengundurkan diri. Jelas Metro Tv mencoba sebisa mungkin mencegah lahirnya Serikat Pekerja dengan mendepak sejumlah karyawan yang dianggap bersikap kritis.

Sementara jika kita merujuk pada UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, tidak ada satupun pasal yang melarang pihak-pihak yang bersengketa baik itu di perundingan bipartite maupun tripartite untuk membuka persoalan ini ke publik. Tidak ada satu pasalpun yang melarang baik pekerja maupun perusahaan untuk melakukan konferensi pers, orasi, atau cara apapun yang diperlukan selama proses perundingan masih berlangsung. Seharusnya jika Metro Tv keberatan dengan berbagai konferensi pers yang digelar Luviana, mereka seharusnya menggelar konferensi pers pula untuk meluruskan apa yang mereka anggap tidak benar. Bukan dengan cara mencari-cari kesalahan Luviana dengan menciptakan tuduhan baru membuka persoalan perusahaan ke publik.

Anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat sekali lagi menunjukkan aparat Negara di Indonesia jarang sekali berpihak kepada pekerja. Selain itu, anjuran tersebut bukanlah sebuah produk hukum yang berlandaskan akal sehat dan hati nurani.

Melihat kondisi tersebut kami yang tergabung dalam Aliansi METRO (Melawan Topeng Restorasi, menyatakan sikap :

1. Mengecam keras anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat yang tunduk pada kepentingan perusahaan!

2. Menolak anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat karena tidak berlandaskan hukum dan akal sehat!

3. Melaporkan Mediator Sudinakertrans Jakarta Selatan kepada Kementerian Tenaga Kerja terkait ketidak wajaran kinerja yang ditunjukkannya selama proses perundingan tripartite.

4. Menuntut Manajemen Metro Tv mengakhiri perselisihan hubungan industrial dengan Luviana dan menerimanya bekerja kembali di redaksi.

5. Menuntut Manajemen Metro Tv memberikan ruang kebebasan bersuara dan membentuk Serikat baik bagi Luviana maupun seluruh karyawan Metro Tv.

Demikian pernyataan sikap dari Aliansi METRO dalam kasus Luviana dan Metro TV. Kami akan selalu berjuang membela jurnalis yang memperjuangkan kesejahteraan, kebebasan berpendapat, berekspresi dan kebebasan berserikat di industri media!

Hidup jurnalis! Hidup buruh! Jurnalis Juga Buruh! Lawan penindasan!

Jakarta, 15 Mei 2012

Hormat Kami,



Kustiah

Koordinator Aliansi Metro (Melawan Topeng Restorasi), Hp: 0817 0565 654



Aliansi Metro (Melawan Topeng Restorasi), terdiri atas Kontras, FPPI-Front Perjuangan Pemuda Indonesia, INFID, Salud, Komunitas Kedai Kopi Bhinneka, Migrant Care, Kapal Perempuan, KePPak PEREMPUAN, PBHI Jakarta, AJI Jakarta, AJI Indonesia, Jurnal Perempuan,Inspirasi Indonesia, FMKJ-Forum Masyarakat Kota Jakarta, Aliansi Petani Indonesia, Somasi -solidaritas Mahasiswa Untuk Demokrasi, LBH Pers, DPP Konfederasi Serikat Nasional (KSN), LBH Jakarta, AMAN- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Federasi SP Media Independen, Sekar Indosiar, FKI KSPSI Bekasi, Serikat Pekerja KBR 68H, KASBI, SRMI, FSNN-Federasi Serikat Nelayan Nusantara, SPSI, Barisan Perempuan Indonesia, SMI Jakarta, LPM Media Kampus, KASBI, FPBJ Forum Perjuangan Buruh Jakarta, SBTPI Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia, Poros Wartawan Jakarta (PWJ), SEKBER BURUH, ALWARI (Aliansi Wartawan Radio Indonesia), PAWANG (Paguyuban Warga Anti Penggusuran), HPNS (Himpunan Petani dan Nelayan Sukabumi), Perempuan Mahardika, Jaringan Pro Demokrasi, Jakarta Street Lawyer, APHI, Forum Mahasiswa Alumni Atmajaya Yogyakarta, REPDEM, ANBTI (Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika).

CP:

Umar Idris, Ketua AJI Jakarta, 0818 111 201

Soleh Ali, Kepala Divisi Litigasi LBH Pers, 0815 8516 0177

Khamid Istakhori, Sekjen KSN, 0812 8483 7137

Mariana Amiruddin, Jurnal Perempuan, 0817 4914 315

Sultoni, Koordinator Sekber Buruh, 0878 7872 5873

Rabu, 06 Juni 2012

In Memoriam Liputan 6 SCTV


Liputan 6 SCTV memiliki tradisi yang kuat dalam pemberitaan. Judul artikel ini agak kontroversial. Mengapa saya menulis Liputan6 In Memoriam? Bagi kawan-kawan yang sering menonton berita, mungkin bisa sedikit berbagi cerita dengan saya.

Sebelum saya beropini, mengapa saya membahas Liputan 6 SCTV? Hal ini disebabkan, Liputan 6 memiliki kebijakan editor yang kuat. Opininya kuat seperti layaknya BBC News.

Dalam Let’s On Air Shift 2, saya akan menulis saat Television Centre terbagi menjadi dua bagian. Kubu BBC (yang khas dengan warna merah, presenter berdiri, dan ulasan mendalam) serta Asahi News, setelah melakukan outsourcing berita ke BBC (dominan kuning, presenter duduk, ciri khas berita dengan klip berdurasi pendek).

Kita kembali ke dunia nyata. Ya, sampai Februari lalu, Liputan 6 SCTV dan BBC News berbagi beragam kesamaan. Studio real (bukan studio palsu layaknya ITV atau tvone), kebijakan editor yang kuat (redaksional BBC dan SCTV mirip), memiliki reputasi (BBC sebagai pembawa berita kelas dunia dan SCTV sebagai satu-satunya televisi non-berita yang mampu bersaing dengan Metro TV dan tvOne).

Satu-satunya yang saya sayangkan dari SCTV, yaitu mereka memilih background palsu ketimbang layar wall screen layaknya BBC.

Model Liputan 6 Pagi sebelum Februari, mirip seperti BBC Breakfast (dengan rasa Indonesia). Setelah Februari, lebih mirip dengan BBC News yang disiarkan sebelum BBC Breakfast di UK.

Lah? Ada Apa ini?

Usut punya usut, saya awalnya merasa senang setelah tahu SCTV menggunakan wall screen. Walau, ada beberapa keanehan, ke mana Bayu yang biasa saya tonton di Liputan6 Pagi?

Yang lebih mengherankan lagi, adalah nama di credits ending berita Liputan 6 dan program NCA (News Current Affairs) seperti Barometer dan Sigi berubah dari Rosianna Silalahi, menjadi Fofo Sariaatmaja (pak Fofo). Ada apa ini?

Sikut-Sikutan di SCTV Tower

Dua bulan yang lalu, ada gonjang-ganjing bahwa Don Bosco Selamun (mantan pemred MetroTV sebelum diganti pak Andy F Noya, yang sekarang membawakan acara Kick Andy) akan kembali ke SCTV. Pak Don, sebelumnya adalah wakil pemred SCTV, sebelum ditarik ke MetroTV.

Rupanya, hal ini menimbulkan pro dan kontra di SCTV Tower. Don Bosco (yang eks orang MetroTV, rasa Golkar? dan eks orang RCTI, huh MNC) ditolak oleh sebagian staf.

Terpecahlah divisi NCA SCTV menjadi dua kubu. Kubu Don Bosco dan kubu Rosianna. Mendadak, Fofo (yang juga berstatus pemilik SCTV) mendaulat diri sebagai pemred SCTV, menggeser posisi Rosianna.

Akibatnya jelas. Sejumlah wartawan dan presenter anti-Don pun mundur. Salah satunya, Bayu Sutiono dan Nova Rini. Padahal, ketimbang gonjang-ganjing mengurus “permainan politik di SCTV Tower”, mengapa tidak fokus untuk memberi liputan terbaik bagi pemirsa?

Sejarah Panjang Liputan 6

Liputan 6 memiliki tradisi unik, yang juga dimiliki oleh BBC News. BBC News memiliki kedudukan istimewa di Inggris. Budgetnya sangat besar, dan memiliki tradisi rating pertama di Britania Raya meski bagi sebagian orang, berita BBC dicap kaku dan membosankan.

Agak berbeda dengan Liputan 6. di SCTV, yang notabene bukan televisi berita layaknya tvOne atau Metro, Liputan6 memiliki tim liputan dan prasarana terdedikasi. SCTV menyediakan mobil khusus untuk Liputan 6. Bahkan, meski ada tuntutan agar Liputan6 berubah, kenyataannya ia tetap mempertahankan formatnya.

Perubahan format, ampuh melenyapkan citra Liputan 6. Ia memiliki reputasi, sebagai televisi pengawal demokrasi. Bahasanya kritis, lebih kritis dari televisi berdedikasi berita. Ia juga tidak dikuasai kelompok politik tertentu. Agak beda dengan tvOne (Bakrie) dan MetroTV (Surya Paloh).

Saya mengakui, kalau saya lebih sreg menonton Liputan 6 ketimbang Metro atau tvOne.

Mengapa SCTV tidak menjadi televisi berita saja?

Redaksi Liputan 6 pernah dipegang orang handal. Contohnya Karni Ilyas. Ia kini menjabat Pemred tvOne (yang mampu mengubah anggapan buruk Lativi, menjadi tvOne yang kuat dalam berita). Ada gurauan ketika pak Karni menjabat, kenapa SCTV tidak menjadi TV berita saja?

Di masa Rosianna, Liputan6 tidak kalah gaung meski kini Karni ada di tvOne. Bahkan, Liputan 6 menjadi program yang edukatif bagi masyarakat. Hal ini tidak surut, setidaknya sampai Februari ini. Kini, ada rasa yang hilang dari Divisi Pemberitaan SCTV.

Kehilangan.

Mengapa, kisruh politik, dan rating menyebabkan Liputan 6 hancur? Salah satu alasan saya tidak menyukai gaya pemberitaan beberapa televisi lain, karena mereka tidak punya idealisme. Reportase dan Redaksi (Trans) mengejar hiburan dan mendepak opini politik menjadi berita selingan. Perpanjangan Jelang Sore? WTF?

Berita MNC (RCTI TPI Global) bagi saya memang menarik. Saya tidak suka saja, dengan alasan tertentu untuk menonton berita MNC. Metro? Sorotannya memang tajam, tapi terlalu liberal, dan pro-Golkar. tvOne? Sayang dimiliki Bakrie.

Saya merasa kehilangan Liputan 6 yang dulu. Inilah buletin berita yang paling mendekati BBC News di Indonesia. Ah, saat idealisme tergadai oleh uang dan rating. In memoriam, because the power of money.[Blog Shin Muhammad]

Kisruh di SCTV


Dear all..
Perkenankan saya menyampaikan sebuah curahan hati (curhat) dari seorang sahabat, karyawan SCTV. Mungkin menarik untuk menjadi bahan diskusi dan pembelajaran bagi kita.

Inilah isi curhat tersebut:

Berita harian ekonomi keuangan KONTAN hari Senin, 28 September 2009 sepintas biasa saja karena ditulis dalam kotak berita bursa rumor. Mungkin karena khalayak melihatnya sebagai sebuah gosip semata layaknya isi infotainment, walaupun judulnya "SCTV Bakal Pangkas Karyawan?". Tapi buat sejumlah karyawan SCTV yang kebetulan sedang "ngerumpi" di satu sudut ruang perpustakaan, hal ini jadi pergunjingan penting mengingat isu ini bergulir kuat sejak pertengahan bulan puasa saat mereka menahan lapar dan haus untuk beribadah serta menanti rejeki buat keluarga di hari Lebaran. Tak ayal jawaban Corporate Secretary Hardijanto Saroso kepada Kontan pun menjadi bahan cibiran karyawan yang sedang berkumpul. "Tidak benar akan ada PHK dan pensiun dini", sanggah sang sekretaris perusahaan. Alibinya adalah kinerja keuangan SCMA yang cukup sehat selama semester awal 2009, laba bersih yang mencapai 72,78 Milyar, dan kontribusi SCTV untuk laba bersihnya sebesar 99%.

Faktanya sejak awal Ramadhan nasib beberapa karyawan tak menentu karena adanya "titah" pensiun dini dari sejumlah petinggi SCTV. Beberapa karyawan pun dengan sinis menggerutu, "Sudah jelas ada pensiun dini koq dibilang ngga ada. Apa sih maksudnya jawab seperti itu? Bikin jengkel kawan-kawan yang harus pensiun dini". Konon hingga pertengahan Oktober (dalam kurun waktu 2 bulan), SCTV telah mempensiun dini kan tak kurang 100 karyawan nya. Bahkan beberapa jurnalis Liputan 6 termasuk ikonnya Bayu Sutiyono telah mengundurkan diri lebih awal sebelum penawaran tersebut muncul. Penawaran? Entah lah apa namanya, yang jelas beberapa diantaranya merasa mereka "dipensiundini kan" walaupun hati kecil ingin
bertahan. "Buat apa bertahan kalo manajemen sudah tidak menginginkan", ujar salah seorang "korban" pensiun dini kecewa. Kabarnya lebih dari 20 kru Liputan 6 dan sekitar 18 kru produksi "terpaksa" pensiun dari pekerjaannya. Dan bukan tak mungkin jumlah ini terus bertambah.

Mulai dari pojok tempat ngopi, lift karyawan, hingga fesbuk karyawan isinya kekecewaan, kecemasan, dan sifat apatis karyawan terhadap masa depan SCTV. Banyak diantaranya merasa tinggal menunggu waktu. Ironis nasib stasiun televisi yang hingga saat ini masih bercokol di papan atas (nomer 2 setelah RCTI) persaingan program televisi. Bahkan kabarnya menurut AGB Nielsen selama Ramadhan SCTV merajai di posisi teratas persaingan industri televisi.[tubagus guritno]

Kronologi Pembebastugasan Luviana oleh Metro TV

Kronologi Pembebastugasan (pe-non job-an) Luviana dari Redaksi Metro TV:

Nama saya Luviana. Saya adalah jurnalis Metro TV dan juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Saya mulai bekerja di Metro TV sejak tanggal 1 Oktober 2002. Saat ini posisi saya sebagai assisten produser. Sejak diangkat sebagai assisten produser di tahun 2007 hingga kini, saya dan sejumlah karyawan Metro TV menemukan beberapa hal krusial yang kami anggap sebagai sumber persoalan di manajemen redaksi Metro TV :

1. Macetnya saluran komunikasi antara manajemen redaksi dengan para jurnalis, terutama dengan para produser/ assisten produser.
2. Ketiadaan penilaian terhadap kinerja karyawan yang dilakukan oleh manajemen redaksi. Kondisi ini berakibat, tidak ada indikator yang secara obyektif bisa digunakan untuk mengevaluasi kinerja seorang karyawan. Penilaian lebih didasarkan pada rasa suka atau tidak suka. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan terhambatnya jenjang karir dan penyesuaian gaji karyawan. Kondisi diatas terjadi bertahun-tahun lamanya, tanpa ada perbaikan dari tingkat manajemen redaksi. Fakta yang kami temukan yang juga menjadi pengalaman pribadi saya antara lain, ada karyawan yang mulai bekerja di tahun yang sama, namun kemudian mendapatkan posisi dan gaji berbeda. Saya menerima perbedaan dalam contoh kasus tersebut. Jika memang didasarkan pada kemampuan dan kinerja karyawan, saya akan terima. Namun sayangnya, manajemen redaksi tidak bisa menyampaikan alasan pembeda mengapa ada seorang karyawan mendapatkan posisi yang baik dengan gaji yang meningkat dan ada yang tidak. Sekali lagi, manajemen mengambil sebuah keputusan terhadap nasib kehidupan seorang karyawan berdasarkan sistem suka atau tidak suka, bukan pada sebuah sistem penilaian yang terukur.

Berdasar pada situasi inilah, saya dan beberapa teman kemudian melakukan upaya bersama untuk membuat sebuah perubahan di Metro TV:
1. Kami mempertanyakan soal sistem penilaian terhadap para assisten produser dan beberapa jurnalis lainnya kepada manajemen redaksi. Namun
pertanyaan kami tidak pernah mendapatkan jawaban. Selanjutnya, bersama 14 orang assisten produser lainnya, pada Agustus 2011 kami mengajukan surat untuk mempertanyakan persoalan ini kepada pihak manajemen redaksi.
2. Surat yang kami tujukan kepada manajemen redaksi, dijawab dengan pernyataan secara lisan oleh Dadi Sumaatmadja (Kepala Produksi berita
saat itu): bahwasanya kami diminta untuk melakukan introspeksi diri kenapa tidak diangkat menjadi produser hingga sekarang. Pihak
manajemen pun sekali lagi tidak dapat menunjukkan hasil penilaian yang terukur terhadap kinerja dan kemampuan kami.
3. Lebih kurang sebulan lamanya kami tidak mendapatkan jawaban dari manajemen redaksi soal draft penilaian untuk para produser/ assisten
produser ini.
4. Kami kemudian berupaya menemui Direktur utama (Dirut) Metro TV yang baru, Adrianto Machribie. Kami menyatakan bahwa ingin mengadakan pertemuan untuk membahas soal buruknya manajemen redaksi yang berakibat pada terhambatnya penjenjangan karir dan gaji karyawan ini. Dirut Metro TV kemudian mengundang semua produser dan assisten produser untuk bertemu. Pada pertemuan tersebut, semua produser/ assisten produser yang hadir menyatakan kekecewaannya pada manajemen redaksi yang kami nilai menjalankan manajemen dengan buruk (tidak ada penilaian yang terukur, kebijakan yang subyektif hingga macetnya komunikasi di antara kami). Dirut Metro TV berjanji akan memperbaiki manajemen redaksi dan membentuk tim untuk memperbaikinya.
5. Dari berbagai kasus ini, maka saya dan beberapa teman kemudian membentuk organisasi karyawan untuk menyelesaikan beberapa persoalan di redaksi Metro TV, karena masalah ini tak hanya menimpa asissten produser dan produser, namun juga menimpa teman-teman kami yang lain yang punya persoalan dengan gaji, jenjang karir dan status mereka. Organisasi karyawan yang kami bentuk ini sebagai wujud keprihatinan kami terhadap buruknya manajemen redaksi Metro. Kami berharap dengan adanya organisasi ini, ke depannya bisa menjembatani komunikasi yang sehat antara manajemen dan karyawan seperti halnya yang ada dalam organisasi Serikat Pekerja.
6. Pada 22 Desember 2011, Dadi Sumaatmadja meminta saya untuk pindah ke program acara Metro Malam. Di saat yang sama, saya juga memberikan evaluasi pada program Metro Malam yang banyak melakukan pelanggaran HAM dan tidak sensitif gender, misal: menayangkan wajah tersangka secara terbuka, menayangkan wajah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sedang dikejar-kejar petugas keamanan secara terbuka dan menayangkan tayangan-tayangan kekerasan secara vulgar. Saya ungkapkan bahwa tayangan seperti ini melanggar Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran serta melanggar Kode Etik Jurnalistik . Namun justru manager HRD menyatakan bahwa oleh manajemen redaksi, saya dinilai membangkang dan terlalu banyak mengkritik. Padahal kritikan ini didasari untuk perbaikan program siaran agar punya perspektif yang baik yang akan disajikan kepada pemirsa Metro TV.
7. Perlakukan manajemen redaksi yang subyektif dan tidak juga memberikan solusi ini akhirnya membuat puluhan produser dan assisten
produser kecewa. Kurang lebih 30 orang produser dan assisten produser Metro TV kemudian memutuskan untuk keluar. Mereka sudah tidak tahan atas perlakukan dan penilaian secara subyektif dari manajemen redaksiMetro TV.
8. Pada Tanggal 26 Desember 2011, saya mulai bertugas di program siaran Metro Malam. Sementara beberapa pembenahan kemudian mulai
dilakukan oleh Direktur Utama Metro TV, Adrianto Machribie, mulai dari pembenahan kedudukan/ organisasional manajemen redaksi, pemberian
assesment pada semua karyawan hingga pembenahan ruangan di Metro TV yang kini lebih terbuka.
9. Pada Awal Januari 2012, manajemen redaksi memberikan kenaikan gaji kepada beberapa karyawan. Kenaikan gaji yang dilakukan hanya untuk beberapa assisten produser ini dilakukan secara tertutup dan dengan menggunakan surat khusus dari manajemen redaksi. Kami menyambut baik kenaikan gaji ini, namun amat kami sayangkan, kenaikan gaji ini tidak dilakukan secara transparan dan hanya terjadi pada beberapa orang saja. Sekali lagi, penilaian dilakukan atas dasar suka dan tidak suka. Hal ini terbukti ketika soal kenaikan gaji tersebut saya tanyakan pada pihak HRD Metro TV. Pihak HRD metro TV menyatakan bahwa memang ada surat khusus dari manajemen redaksi untuk menaikkan gaji pada beberapa orang assisten produser saja.
10. Selanjutnya, pada hari Jumat, 27 januari 2012 manajemen redaksi membagikan bonus dari perusahaan. Namun, pembagian bonus ini kami nilai diskriminatif. Hal ini dikarenakan, ada karyawan yang tidak mendapatkan bonus. Ada juga karyawan yang hanya mendapatkan bonus 0,25 kali gajinya, namun ada karyawan yg mendapatkan bonus hingga 5 kali gaji. Kami sangat menyayangkan hal ini. Di saat Direktur Utama Metro TV melakukan beberapa pembenahan, justru manajemen redaksi memberikan keputusan yang sangat subyektif dan selalu didasarkan dari rasa suka dan tidak suka.
11. Berangkat dari situasi yang tidak fair ini, saya dan beberapa teman kemudian mempertanyakan soal surat khusus kenaikan gaji beberapa orang assisten produser dan soal pemberian bonus ini kepada kepala produksi berita Dadi Sumaatmadja. Saya juga meminta diadakan pertemuan untuk menjelaskan penilaian bonus ini, karena hampir semua awak redaksi mempertanyakan soal ini. Namun Dadi menolak bertemu di pertemuan besar. Dadi Sumaatmadja hanya mau ditemui secara personal.
12. Kami bertiga (Edi Wahyudi dan Matheus Dwi Hartanto) dan beberapa teman lain selanjutnya juga mempertanyakan hal ini kepada Wayan Eka Putra (kepala produksi berita yg baru) soal pemberian surat khusus pada beberapa assisten produser dan penilaian pada pemberian bonus yang diskriminatif, namun kami tidak mendapatkan jawaban.Selanjutnya kami meminta untuk diadakan pertemuan dengan pihak manajemen HRD Metro TV dan Wayan Eka Putra pada hari Selasa, 31 Januari 2012.
13. Pada proses selanjutnya, saya dan beberapa teman membuat notulensi soal perkembangan dan rencana pertemuan dengan manajemen redaksi. Notulensi tersebut saya kirimkan kepada dua orang teman melaui sms. Namun sms ini disebarluaskan oleh beberapa teman kepada banyak karyawan di Metro TV. Bahkan ada yang mengunggahnya ke situs jejaring sosial twitter/ facebook.
14. Pada tanggal 31 januari 2012 pertemuan batal dilakukan. Saya justru dipanggil Manager HRD, Avi Pranantha dan diminta mundur karena manajemen redaksi akan me-nonaktifkan kami (saya, Edi Wahyudi dan Matheus Dwi Hartanto). Kami akan diberikan pesangon sesuai UU ketenaga Kerjaan No 13/ 2003. Saat itu saya menyatakan menolak dan akan melaporkan kasus ini kepada AJI Jakarta.
15. Pada tanggal 1 Februari 2012 : Matheus Dwi Hartanto dan Edi Wahyudi menandatangani surat pesangon. Sedangkan saya mengambil surat
pesangon dan belum menandatangani apapun karena belum ada kejelasan soal alasan mengapa saya disuruh mundur. Pada saat yang sama Wayan Eka Putra memberitahu kepada tim produser lain, bahwa sejak tanggal 1 Februari 2012 saya sudah dinyatakan mundur dari Metro TV. Sejak itulah saya sudah tidak diberikan tugas apapun di redaksi.
16. Pada tanggal 3 Februari 2012 saya berinisiatif untuk mengajak Wayan Eka Putra untuk bertemu. Wayan Eka Putra akhirnya bersedia menemui saya. Selama ini manajemen redaksi tidak pernah mau bertemu dan menjelaskan mengapa saya diminta untuk mundur. Wayan menjelaskan bahwa saat ini saya tidak dipecat sebagai karyawan Metro TV, namun menurutnya: saya tidak lagi bekerja di bagian redaksi Metro TV. Dan mulai saat ini, saya menjadi tanggung jawab manajemen HRD Metro TV. Ketika saya tanyakan apa kesalahan saya, Wayan menyatakan tidak tahu. Yang jelas, setelah beredarnya SMS di jejaring sosial twitter/facebook tentang rencana pertemuan para karyawan Metro TV, manajemen redaksi menyerahkan nasib saya ke manajemen HRD. Dalam pertemuan dengan Wayan, saya juga menyatakan bahwa saya tidak menyebarluaskan sms serta tidak mengunggah notulensi hasil rapat ke twitter/facebook. Karena saya memang tidak memiliki akun di kedua jejaring sosial tersebut.
17. 3 Februari 2012 saya bertemu Manajer HRD Avi Pranantha. Avi juga menyatakan bahwa ia tidak tahu kesalahan saya. Menurut keterangan Avi
Pranantha, saya masih menjadi karyawan Metro TV, namun dengan status di non-job-kan.
18. Pada 6 Februari 2012 : AJI Jakarta berinisiatif menghubungi Metro TV untuk melakukan pertemuan atas kasus yang menimpa saya. Pertemuan tersebut dihadiri oleh manajemen Metro TV yang diwakili Manager HRD (Avi Pranantha), Kepala Kompartemen redaksi Metro TV (Swasti Astra), saya, AJI Jakarta dan perwakilan LBH Pers. Dalam pertemuan ini tim AJI Jakarta dan LBH Pers meminta agar saya dipekerjakan kembali. Apalagi manajemen redaksi tidak menemukan kesalahan terhadap diri saya. Manajemen Metro TV ketika itu menyatakan akan mendiskusikan dan
mengupayakan permintaan ini.
19. Pada tanggal 17 februari 2012 , saya bersama Winuranto, Aditya dan Kustiah (AJI Jakarta) kembali bertemu Avi Pranantha. Namun Avi Pranantha menyatakan bahwa: ia belum menemukan posisi bagi saya di bagian redaksi. Ia masih akan berusaha menanyakan kembali kepada manajemen redaksi Metro TV agar saya bisa kembali bekerja di bagian redaksi. Kemudian pada kesempatan tersebut saya juga menanyakan kembali tentang kesalahan yang saya lakukan sehingga saya kemudian di-nonjobkan. Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa: saya tidak melakukan kesalahan, namun manajemen redaksi memang tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan.
20. Pada tanggal 24 Februari 2012, kami melakukan pertemuan terakhir. Saya, Winuranto dan Kustiah (AJI Jakarta) dan manajemen Metro TV. Namun Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa pihak redaksi Metro TV tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan. Ketika saya kembali menanyakan apa kesalahan saya, pihak manajemen HRD kembali menyatakan bahwa dari sisi tugas jurnalistik maupun dari sisi administratif, saya tidak melakukan kesalahan apapun.

Demikian kronologi ini saya buat. Saya telah bekerja kurang lebih 10 tahun di Metro TV dan terbukti manajemen telah menyatakan tidak pernah menemukan kesalahan saya dari sisi tugas jurnalistik maupun secara administratif. Dengan tidak adanya kesalahan pada diri saya, maka saya menginginkan untuk dipekerjakan kembali di redaksi Metro TV.

Terimakasih untuk perhatian dan solidaritasnya. Salam.

Jakarta, 26 Februari 2012
Luviana

Last Man Standing in Liputan 6 SCTV

Hari ini tanggal 31 Oktober merupakan hari bersejarah bagi saya dan kurang lebih 120 karyawan SCTV yang resmi mengundurkan diri secara massal. Sebuah skenario yang telah dirancang dua atau tiga tahun lalu saat jajaran kepemilikan Stasiun TV swasta nomor 2 terbesar di Indonesia. PHK dengan model di pensiun dini atau pengajuan mengundurkan diri. Setelah melalui proses satu bulan perdebatan dan perkelahian mental di perusahaan , saya harus menerima kenyataan dan memilih meninggalkan lokasi kerja yang selama ini saya cintai dan ikut mendirikan bata demi bata hingga besar menjadi sebuah raksasa media TV di Indonesia. Tidak ada banyangan sama sekali saya harus meninggalkan tempat yang begitu awalnya nyaman, menantang dan kreatif. Saat saya bergabung di periode 96 dulu di IWI, Liputan 6 masih menjadi bayi dan diasuh oleh Ibunya Suminta Tobing, yang berjuang melawan kebesaran kakak SCTV yakni RCTI. Dari bayang bayang Seputar Indonesia akhirnya mampu meledak menjadi sebuah Ikon Jurnalisme TV yang baru di era 1998.

Saya telah bergabung kembali saat kerusuhan Mei meledak dan menghancurkan tatanan demokrasi ala Orde Baru. Kenangan yang sangat indah kepada teman teman sekantor tertanam di sanubari saya yang menjadikan alasan saya bertahan di Liputan 6 , sebuah logo emas yang saya sempat abadikan ketika di Hongkong , para konglomerat Asia melihat SCTV adalah merk terbaik dari media televisi. Kebanggan saya sudah pernah mengawali stasiun ini. Kekerabatan , semangat kebersamaan, dan perjuangan keras atas loyalitas, jurnalisme adalah yang tertanam pada saya dan rekan rekan di stasiun ini. Setidaknya jiwa saya sepenuhnya hanya melihat Liputan adalah tempat terbaik saya mengabdi kepada dunia jurnalis.


Saya tidak pernah berpikir tentang jabatan atau karir saya di liputan 6 meskipun situasi dan kondisi mulai berubah drastis. Saat SCTV dan Liputan 6 sudah berkembang besar dan menuai kekayaan yang amat luar biasa. Gaji sudah tidak saya pikirkan 5 tahun lalu , tidaklah besar buat saya gaji waktu itu dibanding selevel saya lainnya. Namun Spirit the Corps lah yang menghidupi saya.
Apakah mungkin kebodohan saya tidak mampu membaca situasi waktu itu , mungkin saya sadari sekarang. Perubahan drastis mentalitas teman teman sekantor berubah saat satu persatu orang hebat diliputan 6 meninggalkan perahu, dari Ibu Ita, Mas Riza, hingga datangnya Karni Ilyas. Semua jalan berubah dan situasi berubah, semua yang baru datang menjadi dewa dan penikmat Liputan 6.

Kekayaan yang besar bagi SCTV telah merubah mentalitas karyawannya dari solidaritas menjadi pencari emas (maaf) merasa sebagai penyelamat dan pembangunnya. Saya hanya bisa mengikuti irama pergolakan demi pergolakan antar teman yang menjadi pejabat itu dan pejabat ini hingga akhirnya masa itu berakhir di gedung Senayan City. Seterusnya terjadilah apa yang sudah menjadi tradisi di Liputan 6, menjadi pecundang atau menjadi amtenar atau juragan. Liputan 6 seperti sebuah tempat terkutuk seperti yang pernah dijargonkan oleh para pendirinya The Jungle. Welcome to the jungle adalah ucapan selamat datang bergabung diLiputan 6.

Memang tidak terbayangkan sebelumnya masa sepuluh tahun lalu menjadi seperti sekarang ini. Saya sudah berusaha menyakinkan teman teman agar tim spirit 98 menjadi pegangan untuk kejayaan Liputan 6, tapi gagal karena sikon yang semakin membentuk sikap individualis dan menang sendiri. Sebuah tim akan gagal dan hancur akibat tidak memiliki spirit yang sama, tidak adanya kerelaan, pengorbanan, kedisiplinan, persaudaraan, kesetiaan , kritis dan saling mengingatkan.

Saya teringat ketika Ira Koesno menanyakan kenapa masih bertahan dan lulus dari kegilaan di Liputan 6 waktu itu. Hahaha saya hanya menjawab saya ingin menjadi the last man standing in liputan 6. Dan jadilah saya seperti sekarang ini benar benar mengalami proses yang sangat menyakitkan sekali. Tidak ada seorangpun yang membayangkan dan enjoy saat keluar dari tempat yang dicintai. Mungkin puluhan alumnus dahulu sama mengalami proses alienalisasi seperti saya. Tidak di hargai, tidak di hormati dan tidak dilagi di sahabati oleh temen temen yang ada. Saya mengalami hal serupa.
Pertempuran di liputan 6 ternyata lebih dasyat daripada saat saya memanggul kamera , atau terjun dari helikopter menuju lokasi pengungsian di Meulaboh. Mentalitas tercabik cabik dan unhappy. Tapi inilah kenyataan di SCTV dengan pemilik barunya.

Mendirikan kembali tenda SP SCTV mungkin akan menyelamatkan situasi dan kondisi mental kawan kawan di SCTV dan Liputan 6, tapi itupun seperti nasib para perintis dahulu dirobohkan angin besar dan tangan teman sendiri. Tapi tak apalah, pengalaman besar selama 13 tahun di SCTV dan Liputan 6 memang menempa saya menjadi orang yang harus realistis, dan sabar, bahkan harus menerima semua kenyataan pahit sebagai seorang jurnalis indonesia. Hard works underpayment and be proletar.

Faktor situasi dan kondisilah dua tahun ini yang harus menjadikan saya berpikir revolutif. Tempat ini telah menjadi toxic area dan menjadikan saya toxicist juga. Sudah tidak welcome lagi untuk saya bekerja
Pemilik tidak menghendaki lagi dan memiliki hak untuk membersihkan dan membawa kapal SCTV berlayar kemana. Pemilik baru berhak menentukan direction dan destinasi kapal SCTV mau kemana, saya harus loncat dan tinggalkan kapal karena sudah tidak seiman lagi.

Ranjau udah dipetakan dan sosok sudah di perjelas siapa, dan bagaimana masa depan sudah mulai terjelaskan. Saya sudah tidak cocok lagi dan tidak bisa lagi berkembang di kapal kehidupan itu. Memutuskan meninggalkan biduk ini adalah keputusan pribadi yang penuh gejolak dan gambling yang besar. Keputusan revolusioner saat dunia kerja tengah lesu, meninggalkan gaji dan kemewahan dari Liputan6 dan SCTV yang tengah kaya raya dari tv yang lain.

Tidak perlu saya sesali kembali apa yang telah terjadi, seperti halnya nasihat nasihat Islami yang telah saya dalami, tidak ada kehidupan di dunia tanpa diperjuangkan dan di jalani, Allah SWT mengiringi manusia dikondisi apapun, marah, miskin, kaya, hura hura, atau maksiatpun , Allah terus memberkahi manusia seperti saya meskipun jarang berterima kasih kepadaNYa.

Penggalan catatan ini adalah buat teman teman di SCTV dan Liputan 6 yang masih bertahan. Semoga kehidupan kapal dimasa datang lebih baik, dan lebih menyenangkan dari 10 tahun lalu atau saat saya meninggalkan kapal ini di 2009. Jagalah selalu persaudaraan dan ukuwah antar teman, tidak ada keberhasilan tanpa kekompakan dari satu sama lain. Pengorbanan dan kerelaan adalah wilayah yang selalu dijaga bila tempat bekerja menjadi tempat menyenangkan.
Leburkan kemarahan , dendam dan permusuhan di antara kita baik saya yang sudah keluar atau temen teman yang masih tinggal.
Maafkan saya atas kesalahan dan perilaku buruk yang mungkin teman teman rasakan , dan maafkan saya tidak lagi mendamping perjuangan temen teman yang masih setia di SP SCTV. Pertahankan idealisme kita meskipun kenyataan pahit harus ditelan.

Selamatkan layar demi para pemirsa setiamu meskipun tidak memuaskannya. Lebih baik meminum tiga gelas sehari daripada memiliki satu drum air tanpa bisa diminum hhahahahahahaha. Good bye friend, May Allah Be With You.........fransambudi melaporkan dari Dunia facebook 747. (30/10/2009)