Senin, 24 Juni 2013

Muktar Pakpahan, Siap Jadi Saksi Ahli Kasus Pekerja SCTV

Sore tadi, 27 Mei 2013 bersama-sama dengan kawan-kawan perwakilan Serikat Pekerja SCTV saya datang ke kantor Muktar Pakpahan, S.H di Jl. Bukit Tinggi II, Senen Jakarta Pusat. Maksud kedatangan kami adalah meminta supaya advokat senior yang sering keluar masuk penjara pada masa orde baru ini mau menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus digugat PHKnya 40 Pekerja tetap SCTV oleh PT. SCTV.

Selain Muktar Pakpahan, S.H., 40 Pekerja yang didampingi oleh LBH ASPEK Indonesia ini juga berencana menghadirkan Prof. Payaman Simanjuntak, S.H sebagai saksi ahli. Keduanya dihadirkan untuk memberikan pendapat dan keterangan di depan majelis hakim PHI Jakarta sesuai dengan keahliannya masing-masing.

Keahlian kedua orang ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Muktar Pakpahan misalnya, telah menulis beberapa karya dalam bentuk buku terkait isu-isu perburuhan. Sementara Prof. Payaman Simanjuntak tidak kalah kepakarannya soal hubungan industrial. Beberapa buku tentang isu perburuhan juga pernah ditulisnya.

Pada persidangan sebelumnya (kamis, 23/5), pihak PT. SCTV melalui kuasa hukumnya, menghadirkan saksi ahli seorang mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ahli yang dihadirkan oleh PT. SCTV dipandang oleh Singgih D. Atmadja, S.H, Direktur ekskutif LBH ASPEK Indonesia sangat menyesatkan. Dan keterangan yang diberikan di muka persidangan pun sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Menurut Singgih, ahli yang dihadirkan oleh pihak PT. SCTV pada persidangan minggu lalu kepakaran dan keahliannya dipertanyakan. Karena yang bersangkutan sebagai ahli, sama sekali tidak pernah membuktikan keahliannya. Keahliaan seseorang itu kan salah satu parameternya adalah buku, sementara saksi ahli yang dihadirkan oleh PT. SCTV belum pernah menulis buku satupun soal perburuhan. Tanyanya tegas.

Singgih menambahkan, ahli yang dihadirkan oleh pihak PT. SCTV selaku penggugat keterangannya sangat membingungkan. Bagaimana mungkin, saksi ahli menyatakan bahwa skorsing dapat dilakukan dengan lisan tanpa surat tertulis. Saksi juga menyatakan bahwa PHK dapat dilakukan berdasarkan Pasal 64 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan. Jelasnya.

Kasus pekerja PT. SCTV berawal dari kebijakan baru perusahaan yang ingin mengalihkan sebagian pekerja pada perusahaan outsorcing (PT. ISS) sebagai pekerja kontrak. Sebagian pekerja menerima kebijakan tersebut, sementara 40 pekerja lainnya menolak. Singkat cerita, para pekerja yang sudah diangkat sebagai Karyawan Tetap yang telah bekerja puluhan tahun, yang menolak untuk dialihkan ini kemudian diskorsing oleh PT. SCTV tanpa ditunjukkan kesalahannya. Bahkan sebagian besar pekerja tidak menerima surat skorsing namun tetap dilarang masuk kerja.

Tidak berhenti diskorsing, seluruh fasilitas bahkan fasilitas kesehatan bagi pekerja dan keluargapun ditutup dan dihentikan. Akibatnya, salah satu anak dari 40 pekerja ini kemudian meninggal dunia dikarenakan tidak mendapatkan pengobatan dan penanganan yang memadai. Hal ini sebelumnya saya tulis juga di Kompasiana dengan judul “Berselisih dengan PT SCTV, Anak Meninggal Dunia”.

Setelah di skorsing, PT. SCTV mengajukan Mediasi ke Sudinakertrans Jakarta Pusat. Anehnya, Sudinakertrans Jakarta Pusat, memanggil para pihak termasuk 40 pekerja SCTV ini, seolah-olah pihak pekerjalah yang mencatatkan perselisihan. Padahal pihak pekerja justru telah mengadukan dilanggarnya hak-hak normatif ketenagakerjaan ke kemenakertrans RI. Akhirnya, dari kementrian mendelegasikan aduan dari pekerja ke pihak sudinakertrans Jakarta pusat untuk kemudian di tindak lanjuti. Bukannya aduan dari pekerja yang ditindaklanjuti, pihak sudinakertrans Jakarta Pusat justru menjatuhkan PHK terhadap pekerja melalui surat Anjuran.

Singkat cerita, pihak SCTV melalui kuasanya, kemudian melayangkan gugatan PHK terhadap 40 Pekerja tetapnya ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri jakarta Pusat. Saat ini, persidangan sudah pada tahap pembuktian. Berlangsung setiap hari Kamis di Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta, di Jl. MT. Haryono Kav. 52 Kel. Pancoran Jakarta Selatan.

Jika masyarakat luas ingin tahu langsung, datang saja mengikuti proses persidangan. Karena dalam persidangan yang terbuka untuk umum ini akan terungkap dengan terang benderang, betapa PT. SCTV memaksakan diri degan barbagai cara untuk “menyingkirkan” pekerjanya dengan cara PHK yang diluar prosedur dan aturan yang berlaku.[Ahmad Fauzi Hasbullahi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar