Senin, 05 November 2012

Komnas HAM soal PHK Luviana: Pihak Metro TV Terancam 4 Tahun Penjara

JARINGNEWS, Jaringnews.com - Kasus Luviana, wartawan Metro TV yang mulanya di-nonjob-kan dan
akhirnya di-PHK (pemutusan hubungan kerja) sepihak, masih terus berlanjut. Kali ini Komnas HAM memanggil kedua belah pihak, yakni manajemen Metro TV dan pihak Luviana menindaklanjuti laporan yang masuk ke Komnas HAM beberapa waktu lalu.

Komnas HAM dalam hal ini mengedepankan penegakan HAM disamping norma dan aturan hukum yang ada. Komnas HAM menilai, PHK Luviana belum merupakan kesepakatan bersama dan melanggar aturan Hukum serta mengabaikan perspektif HAM.

"PHK Luviana diduga berindikasi terjadi pelanggaran hak-haknya sebagai karyawan, misalnya terkait upayanya dalam mendirikan serikat pekerja. Disuruhnya Luviana mengundurkan diri tanpa alasan, juga terkait gaji yang tidak dibayarkan yang merupakan haknya. Ini adalah pidana penggelapan uang dan ancamannya 4 tahun penjara," ujar Komisioner Komnas HAM Jhoni Nelson Simanjuntak saat proses mediasi di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta, Rabu (5/9).

Menangapi hal ini, Bonaparte Situmorang, kuasa hukum Metro TV mengatakan, pihaknya telah melakukan prosedur yang benar terkait PHK terhadap Luviana, mulai dari mengajukan Luviana mundur, kemudian dipindahtugaskan, lalu di-nonjob-kan hingga akhirnya di-PHK. Dia mengatakan, pihaknya melakukan PHK kepada Luviana berdasarkan anjuran dari Disnaker Jakarta Barat melalui perundingan tripartit.

"Ada aturan main, dan kami sudah melakukan itu. dan itu juga merupakan anjuran dari Disnaker, dan manajemen tidak pernah menyalahkan Luviana untuk mendirikan serikat pekerja dan terkait gaji, jika semua karyawan melakukan hal itu setiap orang di-PHK di Gaji, bangkrut dong Metro TV?" tanya dia.

Namun, Maruli, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) sekaligus salah satu pendamping Luviana, membantah klaim pihak Metro TV. Kata dia, ada dua persoalan yang dihadapi Luviana. Pertama, diskriminasi yang dialami Luviana di Metro TV. Luviana ingin mendirikan serikat pekerja dan menuntut kesejahteraan, yang membuat manajemen gerah dan akhirnya mem-PHK-kan Luviana.

Kedua, sesuai mekanisme hukum, PHK tidak sah/batal demi hukum apabila tidak ada putusan dari lembaga peradilan dan semua prosedur yang dilakukan Metro TV salah. Dalam hal ini, kata dia, prosedur Metro TV tidak sah dan gagal demi hukum karena tidak mengikuti Undang-undang Ketenagakerjaan.

Terkait gaji, sambung dia, sebelum ada keputusan yang inkraht, yaitu hingga tingkat kasasi dalam proses peradilan ataupun terjadinya kesepakatan sebelum dibawanya kepengadilan, maka perusahaan harus membayar gaji dari karyawan yang di PHK, dan kadaluarsanya setahun.

"Jika Metro TV hingga saat ini belum membayarkan gaji kepada Luviana sejak di PHK 27 Juni lalu, merupakan perbuatan penggelapan yang dilakukan oleh manajemen Metro dan ini merupakan perbuatan pidana seperti yang diatur dalam pasal 93 ayat 2 huruf F junto Pasal 186 UU no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP no. 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah dengan ancaman pidana 4 tahun dan denda 400 juta," papar Maruli.

Dalam kesempatan ini, Umar, koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengingatkan agar penanganan kasus ini dilakukan secara hati-hati. Pasalnya, sudah banyak kasus yang sama pernah terjadi.

"Perusahaan harus melakukan haknya membayarkan Upah Luvi selama proses PHK berlangsung, karena kalau tidak maka akan menjadi preseden buruk bagi perusahaan Metro TV, dalam waktu dekat kami akan adukan penggelapan upah buruh yang dilakukan manajemen Metro TV kepada Kepolisian," ujar dia.

Sekedar diketahui, sejak di-PHK  tanggal 27 Juni 2012 tanpa adanya keputusan yang inkraht sesuai amanat Undang-undang Ketenagakerjaan, Luviana tidak lagi menerima upah. Untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, Luviana mengaku dibantu oleh teman-temannya yang peduli.(Nvl / Nky)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar