Tolak Anjuran Mediator yang Tidak Berakal Sehat
Konstitusi
menjamin hak setiap warga negara dalam berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat. Begitu pun dengan hak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Namun nasib yang menimpa Luviana, Jurnalis perempuan Metro Tv seolah
membuktikan hukum di negeri ini hanya indah di atas kertas. Telah kita
ketahui selama ini, Luviana dibebastugaskan lantaran menuntut perbaikan
kesejahteraan, manajemen ruang redaksi, serta tengah menggagas
berdirinya organisasi pekerja yang mampu memperjuangan aspirasi karyawan
di perusahaan televisi milik Surya Paloh, seorang pengusaha yang juga
pendiri Partai Nasdem dan tengah gencar menggaungkan slogan Restorasi
Indonesia itu.
Sudah lebih dari tiga bulan Luviana
dibebastugaskan tanpa alasan yang jelas. Tak hanya itu, Manajemen Metro
Tv juga tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas, telah mengajukan
gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Luviana di di Suku Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Barat.
Perlakuan yang dialami Luviana mencerminkan betapa rendahnya
penghargaan manajemen Metro TV terhadap pelembagaan nilai-nilai hak
asasi manusia. Menjadi sangat ironis mengingat Surya Paloh, selaku
pemilik MetroTV, selalu gencar mengkampanyekan perubahan Indonesia yang
lebih baik melalui gerakan restorasi! Sementara di saat bersamaan,
praktik penindasan, kriminalisasi dan perlakuan sewenang-wenang tumbuh
subur di perusahaannya.
Di saat bersamaan, perundingan
bipartite hingga tripartite antara Luviana dan kuasa hukumnya dengan
Metro TV menemui jalan buntu. Perusahaan tetap tidak mau mempekerjakan
kembali Luviana di bagian redaksi. Ironisnya, pasca perundingan
tripartite usai, Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat, Suparwanto SH,
justru mengeluarkan anjuran yang melegalkan kesewenang-wenangan Metro Tv
pada 10 Mei 2012. Mediator tunduk pada logika berpikir perusahaan Metro
Tv yang menuduh Luviana melanggar Pasal 65 ayat 1 huruf p Peraturan
Perusahaan Metro Tv dengan membocorkan rahasia perusahaan dan
mencemarkan nama baik pimpinan perusahaan. Selain itu, Metro Tv menudul
Luviana melanggar pasal 65 ayat 1 huruf f karena dengan sengaja
menyebarkan berita melalui media publik, BBM maupun media online
lainnya, bahwa perusahaan menolak pembentukan serikat pekerja dan
aktivitas berkumpul karyawan. Metro Tv berdalih informasi yang
disampaikan pekerja tidak benar karena pekerja yang bersangkutan tidak
pernah mengajukan secara resmi baik tertulis maupun lisan maupun
pendaftaran serikat pekerja ke instansi tenaga kerja.
Padahal
faktanya, Luviana telah diperlakukan sewenang-wenang dengan dikeluarkan
dari bagian redaksi (dinon-jobkan) sejak tanggal 1 Februari 2012. Metro
Tv kemudian mengajukan gugatan PHK terhadap Luviana di Sudinakertrans
Jakarta Barat pada 27 Februari 2012. Luviana kemudian pertama kali
menggelar konferensi pers terkait kasusnya ketika melaporkan tindakan
kezhaliman Metro Tv di Komnas HAM pada 2 Maret 2012. Luviana juga
pertama kali melakukan orasi dan berdemonstrasi menyuarakan kasusnya
pada Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2012. Pertanyaannya :
bagaimana mungkin Metro Tv menggugat PHK Luviana dengan alasan
mencemarkan nama baik perusahaan, padahal faktanya Metro Tv sudah
menggugat PHK Luviana jauh sebelum Luviana membuka persoalan dirinya ke
public?!
Selain itu, tuduhan Metro Tv bahwa Luviana berbohong
karena tidak pernah mendaftarkan serikat pekerja ke instansi tenaga
kerja juga patut dipertanyakan. Faktanya, beberapa karyawan yang
menginisiasi organisasi Karyawan seperti Matheus Dwi Hartanto, Edi
Wahyudi maupun Luviana sendiri tiba-tiba dipanggil Manajer HRD Metro Tv
dan dipaksa mengundurkan diri. Jelas Metro Tv mencoba sebisa mungkin
mencegah lahirnya Serikat Pekerja dengan mendepak sejumlah karyawan yang
dianggap bersikap kritis.
Sementara jika kita merujuk pada UU
No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
tidak ada satupun pasal yang melarang pihak-pihak yang bersengketa baik
itu di perundingan bipartite maupun tripartite untuk membuka persoalan
ini ke publik. Tidak ada satu pasalpun yang melarang baik pekerja maupun
perusahaan untuk melakukan konferensi pers, orasi, atau cara apapun
yang diperlukan selama proses perundingan masih berlangsung. Seharusnya
jika Metro Tv keberatan dengan berbagai konferensi pers yang digelar
Luviana, mereka seharusnya menggelar konferensi pers pula untuk
meluruskan apa yang mereka anggap tidak benar. Bukan dengan cara
mencari-cari kesalahan Luviana dengan menciptakan tuduhan baru membuka
persoalan perusahaan ke publik.
Anjuran Mediator Sudinakertrans
Jakarta Barat sekali lagi menunjukkan aparat Negara di Indonesia jarang
sekali berpihak kepada pekerja. Selain itu, anjuran tersebut bukanlah
sebuah produk hukum yang berlandaskan akal sehat dan hati nurani.
Melihat kondisi tersebut kami yang tergabung dalam Aliansi METRO (Melawan Topeng Restorasi, menyatakan sikap :
1. Mengecam keras anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat yang tunduk pada kepentingan perusahaan!
2. Menolak anjuran Mediator Sudinakertrans Jakarta Barat karena tidak berlandaskan hukum dan akal sehat!
3. Melaporkan Mediator Sudinakertrans Jakarta Selatan kepada
Kementerian Tenaga Kerja terkait ketidak wajaran kinerja yang
ditunjukkannya selama proses perundingan tripartite.
4.
Menuntut Manajemen Metro Tv mengakhiri perselisihan hubungan industrial
dengan Luviana dan menerimanya bekerja kembali di redaksi.
5.
Menuntut Manajemen Metro Tv memberikan ruang kebebasan bersuara dan
membentuk Serikat baik bagi Luviana maupun seluruh karyawan Metro Tv.
Demikian pernyataan sikap dari Aliansi METRO dalam kasus Luviana dan
Metro TV. Kami akan selalu berjuang membela jurnalis yang memperjuangkan
kesejahteraan, kebebasan berpendapat, berekspresi dan kebebasan
berserikat di industri media!
Hidup jurnalis! Hidup buruh! Jurnalis Juga Buruh! Lawan penindasan!
Jakarta, 15 Mei 2012
Hormat Kami,
Kustiah
Koordinator Aliansi Metro (Melawan Topeng Restorasi), Hp: 0817 0565 654
Aliansi Metro (Melawan Topeng Restorasi), terdiri atas Kontras,
FPPI-Front Perjuangan Pemuda Indonesia, INFID, Salud, Komunitas Kedai
Kopi Bhinneka, Migrant Care, Kapal Perempuan, KePPak PEREMPUAN, PBHI
Jakarta, AJI Jakarta, AJI Indonesia, Jurnal Perempuan,Inspirasi
Indonesia, FMKJ-Forum Masyarakat Kota Jakarta, Aliansi Petani Indonesia,
Somasi -solidaritas Mahasiswa Untuk Demokrasi, LBH Pers, DPP
Konfederasi Serikat Nasional (KSN), LBH Jakarta, AMAN- Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara, Federasi SP Media Independen, Sekar Indosiar,
FKI KSPSI Bekasi, Serikat Pekerja KBR 68H, KASBI, SRMI, FSNN-Federasi
Serikat Nelayan Nusantara, SPSI, Barisan Perempuan Indonesia, SMI
Jakarta, LPM Media Kampus, KASBI, FPBJ Forum Perjuangan Buruh Jakarta,
SBTPI Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia, Poros Wartawan
Jakarta (PWJ), SEKBER BURUH, ALWARI (Aliansi Wartawan Radio Indonesia),
PAWANG (Paguyuban Warga Anti Penggusuran), HPNS (Himpunan Petani dan
Nelayan Sukabumi), Perempuan Mahardika, Jaringan Pro Demokrasi, Jakarta
Street Lawyer, APHI, Forum Mahasiswa Alumni Atmajaya Yogyakarta, REPDEM,
ANBTI (Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika).
CP:
Umar Idris, Ketua AJI Jakarta, 0818 111 201
Soleh Ali, Kepala Divisi Litigasi LBH Pers, 0815 8516 0177
Khamid Istakhori, Sekjen KSN, 0812 8483 7137
Mariana Amiruddin, Jurnal Perempuan, 0817 4914 315
Sultoni, Koordinator Sekber Buruh, 0878 7872 5873
Tidak ada komentar:
Posting Komentar