Kronologi Pembebastugasan (pe-non job-an) Luviana dari Redaksi Metro TV:
Nama saya Luviana. Saya adalah jurnalis Metro TV dan juga anggota Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.
Saya mulai bekerja di Metro TV sejak tanggal 1 Oktober 2002. Saat ini posisi
saya sebagai assisten produser. Sejak diangkat sebagai assisten produser di
tahun 2007 hingga kini, saya dan sejumlah karyawan Metro TV menemukan beberapa
hal krusial yang kami anggap sebagai sumber persoalan di manajemen redaksi
Metro TV :
1. Macetnya saluran komunikasi antara manajemen redaksi dengan para
jurnalis, terutama dengan para produser/ assisten produser.
2. Ketiadaan penilaian terhadap kinerja karyawan yang dilakukan oleh
manajemen redaksi. Kondisi ini berakibat, tidak ada indikator yang secara obyektif bisa digunakan untuk mengevaluasi kinerja seorang karyawan.
Penilaian lebih didasarkan pada rasa suka atau tidak suka. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan terhambatnya jenjang karir
dan penyesuaian gaji karyawan. Kondisi diatas terjadi bertahun-tahun lamanya, tanpa ada perbaikan dari
tingkat manajemen redaksi. Fakta yang kami temukan yang juga menjadi pengalaman pribadi saya antara lain, ada karyawan yang mulai bekerja di
tahun yang sama, namun kemudian mendapatkan posisi dan gaji berbeda. Saya menerima perbedaan dalam contoh kasus tersebut. Jika memang
didasarkan pada kemampuan dan kinerja karyawan, saya akan terima. Namun sayangnya, manajemen redaksi tidak bisa menyampaikan alasan pembeda
mengapa ada seorang karyawan mendapatkan posisi yang baik dengan gaji yang
meningkat dan ada yang tidak. Sekali lagi, manajemen mengambil sebuah keputusan
terhadap nasib kehidupan seorang karyawan berdasarkan sistem suka atau tidak
suka, bukan pada sebuah sistem penilaian yang terukur.
Berdasar pada situasi inilah, saya dan beberapa teman kemudian melakukan
upaya bersama untuk membuat sebuah perubahan di Metro TV:
1. Kami mempertanyakan soal sistem penilaian terhadap para assisten produser
dan beberapa jurnalis lainnya kepada manajemen redaksi. Namun
pertanyaan kami tidak pernah mendapatkan jawaban. Selanjutnya, bersama 14 orang
assisten produser lainnya, pada Agustus 2011 kami mengajukan surat untuk
mempertanyakan persoalan ini kepada pihak manajemen redaksi.
2. Surat yang
kami tujukan kepada manajemen redaksi, dijawab dengan pernyataan secara lisan
oleh Dadi Sumaatmadja (Kepala Produksi berita
saat itu): bahwasanya kami diminta untuk melakukan introspeksi diri kenapa
tidak diangkat menjadi produser hingga sekarang. Pihak
manajemen pun sekali lagi tidak dapat menunjukkan hasil penilaian yang terukur
terhadap kinerja dan kemampuan kami.
3. Lebih kurang sebulan lamanya kami tidak mendapatkan jawaban dari manajemen
redaksi soal draft penilaian untuk para produser/ assisten
produser ini.
4. Kami kemudian berupaya menemui Direktur utama (Dirut) Metro TV yang baru,
Adrianto Machribie. Kami menyatakan bahwa ingin mengadakan pertemuan untuk
membahas soal buruknya manajemen redaksi yang berakibat pada terhambatnya
penjenjangan karir dan gaji karyawan ini. Dirut Metro TV kemudian mengundang
semua produser dan assisten produser untuk bertemu. Pada pertemuan tersebut,
semua produser/ assisten produser yang hadir menyatakan kekecewaannya pada
manajemen redaksi yang kami nilai menjalankan manajemen dengan buruk (tidak ada
penilaian yang terukur, kebijakan yang subyektif hingga macetnya komunikasi di
antara kami). Dirut Metro TV berjanji akan memperbaiki manajemen redaksi dan
membentuk tim untuk memperbaikinya.
5. Dari berbagai kasus ini, maka saya dan beberapa teman kemudian membentuk
organisasi karyawan untuk menyelesaikan beberapa persoalan di redaksi Metro TV, karena masalah ini tak hanya menimpa asissten produser dan
produser, namun juga menimpa teman-teman kami yang lain yang punya persoalan dengan gaji, jenjang karir dan status mereka. Organisasi
karyawan yang kami bentuk ini sebagai wujud keprihatinan kami terhadap buruknya manajemen redaksi Metro. Kami berharap dengan adanya
organisasi ini, ke depannya bisa menjembatani komunikasi yang sehat antara
manajemen dan karyawan seperti halnya yang ada dalam organisasi Serikat
Pekerja.
6. Pada 22 Desember 2011, Dadi Sumaatmadja meminta saya untuk pindah ke
program acara Metro Malam. Di saat yang sama, saya juga memberikan evaluasi
pada program Metro Malam yang banyak melakukan pelanggaran HAM dan tidak
sensitif gender, misal: menayangkan wajah tersangka secara terbuka, menayangkan
wajah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sedang dikejar-kejar petugas keamanan
secara terbuka dan menayangkan tayangan-tayangan kekerasan secara vulgar. Saya
ungkapkan bahwa tayangan seperti ini melanggar Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia
tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran serta melanggar
Kode Etik Jurnalistik . Namun justru manager HRD menyatakan bahwa oleh
manajemen redaksi, saya dinilai membangkang dan terlalu banyak mengkritik.
Padahal kritikan ini didasari untuk perbaikan program siaran agar punya
perspektif yang baik yang akan disajikan kepada pemirsa Metro TV.
7. Perlakukan manajemen redaksi yang subyektif dan tidak juga memberikan
solusi ini akhirnya membuat puluhan produser dan assisten
produser kecewa. Kurang lebih 30 orang produser dan assisten produser Metro TV
kemudian memutuskan untuk keluar. Mereka sudah tidak tahan atas perlakukan dan
penilaian secara subyektif dari manajemen redaksiMetro TV.
8. Pada Tanggal 26 Desember 2011, saya mulai bertugas di program siaran
Metro Malam. Sementara beberapa pembenahan kemudian mulai
dilakukan oleh Direktur Utama Metro TV, Adrianto Machribie, mulai dari
pembenahan kedudukan/ organisasional manajemen redaksi, pemberian
assesment pada semua karyawan hingga pembenahan ruangan di Metro TV yang kini
lebih terbuka.
9. Pada Awal Januari 2012, manajemen redaksi memberikan kenaikan gaji kepada
beberapa karyawan. Kenaikan gaji yang dilakukan hanya untuk beberapa assisten produser ini dilakukan secara tertutup dan dengan menggunakan
surat khusus
dari manajemen redaksi. Kami menyambut baik kenaikan gaji ini, namun amat kami sayangkan, kenaikan gaji ini tidak dilakukan
secara transparan dan hanya terjadi pada beberapa orang saja. Sekali lagi, penilaian dilakukan atas dasar suka dan tidak suka. Hal ini
terbukti ketika soal kenaikan gaji tersebut saya tanyakan pada pihak HRD Metro TV. Pihak HRD metro TV menyatakan bahwa memang ada surat khusus dari
manajemen redaksi untuk menaikkan gaji pada beberapa orang assisten produser
saja.
10. Selanjutnya, pada hari Jumat, 27 januari 2012 manajemen redaksi
membagikan bonus dari perusahaan. Namun, pembagian bonus ini kami nilai diskriminatif. Hal ini dikarenakan, ada karyawan yang tidak mendapatkan
bonus. Ada juga
karyawan yang hanya mendapatkan bonus 0,25 kali gajinya, namun ada karyawan yg mendapatkan bonus hingga 5 kali gaji. Kami
sangat menyayangkan hal ini. Di saat Direktur Utama Metro TV melakukan beberapa pembenahan, justru manajemen redaksi memberikan keputusan
yang sangat subyektif dan selalu didasarkan dari rasa suka dan tidak suka.
11. Berangkat dari situasi yang tidak fair ini, saya dan beberapa teman
kemudian mempertanyakan soal surat
khusus kenaikan gaji beberapa orang assisten produser dan soal pemberian bonus ini kepada kepala produksi
berita Dadi Sumaatmadja. Saya juga meminta diadakan pertemuan untuk menjelaskan penilaian bonus ini, karena hampir semua awak redaksi
mempertanyakan soal ini. Namun Dadi menolak bertemu di pertemuan besar. Dadi Sumaatmadja hanya mau ditemui secara personal.
12. Kami bertiga (Edi Wahyudi dan Matheus Dwi Hartanto) dan beberapa teman
lain selanjutnya juga mempertanyakan hal ini kepada Wayan Eka Putra (kepala produksi berita yg baru) soal pemberian surat khusus pada
beberapa assisten produser dan penilaian pada pemberian bonus yang diskriminatif, namun kami tidak mendapatkan jawaban.Selanjutnya kami
meminta untuk diadakan pertemuan dengan pihak manajemen HRD Metro TV dan Wayan
Eka Putra pada hari Selasa, 31 Januari 2012.
13. Pada proses selanjutnya, saya dan beberapa teman membuat notulensi soal
perkembangan dan rencana pertemuan dengan manajemen redaksi. Notulensi tersebut
saya kirimkan kepada dua orang teman melaui sms. Namun sms ini disebarluaskan
oleh beberapa teman kepada banyak karyawan di Metro TV. Bahkan ada yang
mengunggahnya ke situs jejaring sosial twitter/ facebook.
14. Pada tanggal 31 januari 2012 pertemuan batal dilakukan. Saya justru
dipanggil Manager HRD, Avi Pranantha dan diminta mundur karena manajemen redaksi akan me-nonaktifkan kami (saya, Edi Wahyudi dan Matheus Dwi
Hartanto). Kami akan diberikan pesangon sesuai UU ketenaga Kerjaan No 13/ 2003. Saat itu saya menyatakan menolak dan akan melaporkan kasus
ini kepada AJI Jakarta.
15. Pada tanggal 1 Februari 2012 : Matheus Dwi Hartanto dan Edi Wahyudi
menandatangani surat
pesangon. Sedangkan saya mengambil surat
pesangon dan belum menandatangani apapun karena belum ada kejelasan soal alasan
mengapa saya disuruh mundur. Pada saat yang sama Wayan Eka Putra memberitahu
kepada tim produser lain, bahwa sejak tanggal 1 Februari 2012 saya sudah
dinyatakan mundur dari Metro TV. Sejak itulah saya sudah tidak diberikan tugas apapun di redaksi.
16. Pada tanggal 3 Februari 2012 saya berinisiatif untuk mengajak Wayan Eka
Putra untuk bertemu. Wayan Eka Putra akhirnya bersedia menemui saya. Selama ini manajemen redaksi tidak pernah mau bertemu dan
menjelaskan mengapa saya diminta untuk mundur. Wayan menjelaskan bahwa saat ini
saya tidak dipecat sebagai karyawan Metro TV, namun menurutnya: saya tidak lagi
bekerja di bagian redaksi Metro TV. Dan mulai saat ini, saya menjadi tanggung
jawab manajemen HRD Metro TV. Ketika saya tanyakan apa kesalahan saya, Wayan
menyatakan tidak tahu. Yang jelas, setelah beredarnya SMS di jejaring sosial
twitter/facebook tentang rencana pertemuan para karyawan Metro TV, manajemen
redaksi menyerahkan nasib saya ke manajemen HRD. Dalam pertemuan dengan Wayan,
saya juga menyatakan bahwa saya tidak menyebarluaskan sms serta tidak
mengunggah notulensi hasil rapat ke twitter/facebook. Karena saya memang tidak
memiliki akun di kedua jejaring sosial tersebut.
17. 3 Februari 2012 saya bertemu Manajer HRD Avi Pranantha. Avi juga
menyatakan bahwa ia tidak tahu kesalahan saya. Menurut keterangan Avi
Pranantha, saya masih menjadi karyawan Metro TV, namun dengan status di
non-job-kan.
18. Pada 6 Februari 2012 : AJI Jakarta berinisiatif menghubungi Metro TV untuk
melakukan pertemuan atas kasus yang menimpa saya. Pertemuan tersebut dihadiri oleh manajemen Metro TV yang diwakili Manager HRD (Avi
Pranantha), Kepala Kompartemen redaksi Metro TV (Swasti Astra), saya, AJI Jakarta dan perwakilan LBH Pers. Dalam pertemuan ini tim AJI Jakarta
dan LBH Pers meminta agar saya dipekerjakan kembali. Apalagi manajemen redaksi tidak menemukan kesalahan terhadap diri saya.
Manajemen Metro TV ketika itu menyatakan akan mendiskusikan dan
mengupayakan permintaan ini.
19. Pada tanggal 17 februari 2012 , saya bersama Winuranto, Aditya dan
Kustiah (AJI Jakarta) kembali bertemu Avi Pranantha. Namun Avi Pranantha menyatakan bahwa: ia belum menemukan posisi bagi saya di bagian
redaksi. Ia masih akan berusaha menanyakan kembali kepada manajemen redaksi Metro TV agar saya bisa kembali bekerja di bagian redaksi.
Kemudian pada kesempatan tersebut saya juga menanyakan kembali tentang kesalahan yang saya lakukan sehingga saya kemudian
di-nonjobkan. Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa: saya tidak melakukan kesalahan, namun manajemen redaksi memang tidak mau menerima saya
kembali dengan tanpa alasan.
20. Pada tanggal 24 Februari 2012, kami melakukan pertemuan terakhir. Saya,
Winuranto dan Kustiah (AJI Jakarta) dan manajemen Metro TV. Namun Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa pihak redaksi Metro TV tidak mau
menerima saya kembali dengan tanpa alasan. Ketika saya kembali menanyakan apa kesalahan saya, pihak manajemen HRD kembali menyatakan
bahwa dari sisi tugas jurnalistik maupun dari sisi administratif, saya tidak melakukan kesalahan apapun.
Demikian kronologi ini saya buat. Saya telah bekerja kurang lebih 10 tahun
di Metro TV dan terbukti manajemen telah menyatakan tidak pernah menemukan kesalahan saya dari sisi tugas jurnalistik maupun secara
administratif. Dengan tidak adanya kesalahan pada diri saya, maka saya menginginkan untuk dipekerjakan kembali di redaksi Metro TV.
Terimakasih untuk perhatian dan solidaritasnya. Salam.
Jakarta, 26
Februari 2012
Luviana